BERITA PILIHANNews Feed

Polemik Masalah BPHTB, Komisi 2 DPRD Kabupaten Kediri, Panggil Kepala Bapenda.

satuwarta – Terkait permasalahan BPHTB di Kabupaten Kediri, sempat menjadi pertanyaan besar oleh Komisi 2 DPRD Kabupaten Kediri. Hari ini, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Kediri, Syaifuddin Zuhri, memenuhi undangan Komisi 2 DPRD Kabupaten Kediri guna menjelaskan terkait pengenaan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan) yang dinilai sangat tinggi dan memberatkan masyarakat, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Komisi 2 Gedung DPRD Kabupaten Kediri.

Anggota Fraksi – PDI Perjuangan DPRD Kabupaten Kediri Sulkani, menjelaskan bahwa tuntutan Fraksi PDI Perjuangan adalah penetapan BPHTB agar dikaji ulang, karena dengan penetapan BPHTB berdasarkan NPOP (Nilai Perolehan Obyek Pajak) sangat memberatkan masyarakat dan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah).

“Bila perlu merevisi Perda. Selain itu juga bisa membandingkan dengan daerah lain yang telah penerapan BPHTB sesuai dengan NJOP, agar tidak memberatkan masyarakat”, kata Sulkani yang juga anggota Komisi 2 DPRD Kabupaten Kediri, Kepada Kantor Berita satuwarta.id Rabu (20/1).

Sementara itu, Murdi Hantoro, Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Kediri mengatakan, bahwa hendaknya dalam pemungutan BPHTB dikembalikan ke aturan yg ada yaitu UU 28 tahuh 2009, pasal 87 ayat 3
yang berbunyi “Jika Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf n tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan”.

“Jadi di ayat 3 itu jelas parameternya adalah NJOP di Perda pun juga demikian, disamping itu NJOP itu kan juga sudah di Perbupkan. Jadi Bapenda tidak boleh berdalih meneliti tapi ujung-ujungnya membuat tafsiran harga sendiri, apalagi penafsiranya jauh lebih tinggi dari harga pasar atau transaksi” kata Murdi Hantoro.

Dengan penafsiran harga yang jauh lebih tinggi ini, sangat memberatkan masyarakat apa lagi sampai terjadi tawar menawar, ini yang tidak boleh. Disamping memberatkan masyarakat juga menghambat proses di PPAT, karena kalau BPHTB belum disetujui Bapenda dan belum dibayar tidak bisa diproses.

“Jadi apa yang saya sampaikan ini fakta di lapangan memang banyak masyarakat yang mengeluh” pungkas Murdi Hantoro.

Diberitakan sebelumnya, Kepala Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) Kabupaten Kediri, Syaifuddin Zuhri, menjelaskan bahwa dasar pengenaan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) adalah NPOP (Nilai Perolehan Obyek Pajak) bukan NJOP (nilai jual obyek pajak).

Hal tersebut disampaikan Syaifuddin Zuhri untuk mengklarifikasi terkait beredarnya berita yang menyebutkan Bapenda telah menarik BPHTB melebihi
NJOP.

“Nilai Perolehan Obyek Pajak, kalau jual beli adalah harga transaksi. Besarannya adalah 5 persen” kata Syaifuddin Zuhri.

Menurut Syaifuddin, Bapenda tidak pernah menetapkan BPHTB, tapi menerima laporan isian Surat Pemberitahuan BPHTP terhutang darie masyarakat. Tugas Bapenda, lanjut Syaifuddin, adalah meneliti kebenaran isian surat terhutang tersebut, apakah harga transaksinya benar atau tidak.

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
Close
Close