Toleransi Kerukunan Umat Beragama di Kota Kediri Tinggi
satuwarta.id – Kelenteng Tjoe Hwie Kiong Kediri telah mengumumkan tidak melaksanakan peringatan Imlek tahun 2021 untuk menghindari kerumunan pada masa pandemi. Peringatan Imlek kerap kali bukan hanya milik umat Konghucu namun juga diikuti oleh masyakat umum di Kota Kediri. Toleransi kerukunan umat beragama di Kota Kediri termasuk kategori tinggi yaitu di angka 3,91.
Survei indeks toleransi keberagaman umat beragama tahun 2019 di Kota Kediri menunjukkan kenaikan dari 3,76 (tahun 2018) menjadi 3,91 kategori tinggi. Pembacaan angka indeks tersebut tinggi untuk angka 3,4-4,1 dan sangat tinggi untuk angka 4,2-5,0. Indeks toleransi beragama dengan parameter nilai toleransi (3,82), nilai kesetaraan (4,04 kategori sangat tinggi), dan nilai kebijakan yang sangat tinggi yaitu 4,03.
Hal tersebut mencerminkan bahwa masyarakat Kota Kediri memiliki toleransi yang sangat tinggi antar umat beragama. Menurut data BPS Kota Kediri, mayoritas penduduk Kota Kediri beragaman Islam (91,56%). Sedangkan untuk Kristen 5,71%, Katholik 2,22%, dan Budha 0,40% selebihnya beragama Hindu, Khonghucu dan lainnya.
“Keberagaman yang ada di Kota Kediri cukup baik dan toleransi antarumat beragama cukup terjaga dan sudah terbukti selama ini bahwa Kota Kediri aman dan kondusif,” kata Prajitno Sutikno, FKUB Khong Hu Cu, Kepada Kantor Berita satuwarta.id, Jumat (12/2).
Dalam mengambil kebijakan, terlebih dalam masa pandemi, Walikota Kediri sering melibatkan tokoh lintas agama di Kota Kediri. Mulai dari kebijakan tentang peribadatan sampai pada pernikahan untuk mencegah penyebaran virus Covid-19 selalu berkoordinasi dengan PAUB PK (Persepsi Paguyuban Antar Umat Beragama Penghayat Kepercayaan), FKUB (Forum Kerukunan antar Umat Beragama) dan PaLM (Paguyuban Lintas Masyarakat) Kota Kediri.
Walikota Kediri, Abdullah Abu Bakar pernah menyampaikan bahwa saat ini zamannya kolaborasi, kemajuan pembangunan kota dilaksanakan bersama berbagai elemen. keberagaman merupakan aset yang harus dijaga, sehingga kebersamaan ini harus dirajut bersama-sama.
Apabila terdengar isu-isu yang mengarah isu SARA maka harus segera dilaksanakan klarifikasi atau cek kebenaran isu. Apalagi pada era media sosial, informasi yang membanjir dan terkadang tidak terverifikasi. Harapannya, umat beragama tidak mudah terjebak berita hoax yang memecah kerukunan yang sudah terjalin.