BERITA PILIHAN

Malam Untuk Umbu Landu Paranggi

Mengenang Berpulangnya Sang Sufi Presiden Malioboro Itu Dari Kami di Kediri

satuwarta.id – Obituari yang dituliskan Putu Fajar Arcana, sejak mula memilih hidup sebagai penyair, Umbu menjadikan puisi jalan keimanan, laku hidup yang telah menjadikannya “raja” sekaligus “budak” dari kata-kata. Ia memperlakukan “kata” sebagai kerikil dari jalanan dan oleh karenanya ia harus terus membawanya berjalan, kemudian menggosok-gosoknya sampai benar-benar berkilau.

Berjalan dalam pengertian Umbu adalah laku menggelandang dan menjadikan diri penuh misteri sehingga menjadi rumah asri bagi kata-kata. Oleh sebab itulah, dalam puisinya yang paling mashyur Umbu bilang: dengan mata pena kugali-gali seluruh diriku,dengan helai-helai kertas kututup nganga luka-lukaku/kupancing udara di dalam dengan angin tangkapanku,begitulah, kutulis nyawaMu senyawa-nyawaku (“Upacara XXII”, 1978).

Kata-kata dan puisi telah menjadi jalan kebatinan untuk terus-menerus menemukan apa yang sering kali dikumandangkannya, sangkan paraning dumadi. “Hidup ini selalu mempersiapkan diri untuk kembali kepada-Nya. Itu kan memang tujuan hidup sejati. Nah, puisi adalah jalan keindahan untuk menemukan diri yang sejati. Diri yang sejati itulah rasa ketuhanan kita,” kata Umbu dalam banyak obrolan.

Ia rela menjadi “budak belian” dari kata-kata, dengan hidup bersusah-susah, melampaui penderitaan demi penderitaan, serta hidup bersunyi-sunyi dengan menjauhi segala kemewahan. Ia cuma bercita-cita membangun rumah kecil, rumah dari unggun kata-kata, di mana ia bisa berlayar mengarungi ceruk-ceruk terdalamnya. Ia yakin bahwa di kedalaman rongga kata-kata, ia akan menemukan cahaya Yang Mahasuci, yang senantiasa bernama: puisi!


Sekitar tahun 1960-an, saat di Yogyakarta, Umbu melahirkan banyak penyair kawakan, seperti Emha Ainun Nadjib, Linus Suryadi AG, Iman Budi Santosa, Teguh Ranu Sastra Asmara, Ragil Suwarna Pragolapati, Korrie Layun Rampan, dan Yudistira Adi Nugraha. Di Bali, Umbu kemudian melahirkan penyair-penyair seperti Warih Wisatsana, IDK Raka Kusuma, Nyoman Wirata, Ali S Rini, Cok Sawitri, Oka Rusmini, Tan Lioe Ie, I Wayan Jengki Sunarta, Raudal Tanjung Banua, Riki Dhamparan Putra, Mira Astra, serta Ni Made Purnamasari.

Selasa, 6 April 2021, mahaguru para penyair itu akhirnya berpulang ke rumah puisi. Ia menghembuskan napas terakhir pada usia 77 tahun di RS Bali Mandara, Denpasar. Di situ Umbu terbaring tenang di ruang jenazah. Ia diam, tetapi kata-katanya menggema di hati para penyair.


Dan Kamis malam ini, 8 April 2021, tiga hari setelah berpulangnya sang sufi berjuluk Presiden Malioboro itu, kami di Kediri pun akan berusaha mengenangnya, terutama dengan puisi. Bagi kawan-kawan yang berkenan, silakan datang dan ramaikan. Informasi lengkap tertera di poster berikut. (wing)

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button
Close
Close